SYIRKAH
Makalah Ini di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dosen pembimbing :
Drs. M. Nur Anandomo, MA
Oleh :
Tri
Novita Sari
11211202696
Yarni
Sartika
11211201386
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU
PEKANBARU
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami kehadirat Allah SWT.
Karena atas berkah dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah ini.
Dalam
kehidupan ini kita di diharuskan utuk mempelajari masalah tentang FIQIH
MUAMALAH, didalam ilmu fiqih terdapat banyak sekali hukum-hukum yang berkaitan
dengan kehidupan di dunia ini, di antaranya yang saya bahas ini yaitu tentang “SYIRKAH”.
Syirkah adalah salah satu hukum yang mempelajari tentang perkongsian atau
kerjasa antara dua orang atau lebih dengan maksud dan tujuan yang sama agar
tercipta keharmonisan dalam kerjasanya.
Kami
menyadari bahwa makalah yang buat ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu saya mengharapkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan makalah ini.
Pekanbaru,
Januari 2014
Penulis
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Syirkah merupakan bentuk kerja sama yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
didorong oleh kesadaran untuk meraih keuntungan. Syirkah juga merupakan salah
satu Mu’amalat dalam islam yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata
cara hidup sesama manusia untuk memenuhi keperluanya sehari-hari.
Dalam
melakukan syirkah ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang mau
bersyirkah serta ada keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh.oleh orang
yang bersyirkah dan cara kerjasamanya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian syirkah ?
2. Apa dalil yang berkenaan dengan syirkah ?
3. Apa saja pembagian
syirkah?
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa arab dari kata syarika (fiil
madhi), yasyraku (fiil mudhari’), syarikan yang artinya menjadi sekutu atau
serikat.[1]Secara
etimologi syirkah berarti percampuran.[2]
Dan syirkah menurut syri’at adalah suatu akad antara dua orang atau lebih yang
sepakat melakukan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.[3].
Sedangkan secara terminologi Syirkah atau musyarakah adalah akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap pihak
memberikan konstribusi dana denagan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.[4]
Pengertian syirkah menurut istilah, para fuqaha berbeda
pendapat :
1.
Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan
syirkah ialah akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan
keuntungan.
2. Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah adalah
ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang mahsyur
(diketahui).
3. Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira. Syirkah adalah penetapan hak
pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.
4. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah akad
yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk taawun dalam bekerja pada suatu
usaha dan membagi keuntungannya.
5. Menurut imam Taqiyyudin Abi Bakr Ibn Muhammad al-husaini, yang dimaksud
dengan syirkah adalah ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk
dua orang atau lebih dengan cara yang diketahui.
6. Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua
orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang dengan
menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya
diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.[5]
7. Menurut ulama malikiyah asy-syirkah adalah “suatu keizinan untuk bertindak
secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka.
8. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah asy-syirkah adalah “hak bertindak hukum
bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.
9.
Menurut Hanafiyah asy-syirkah
adalah “akad yang dilakukan orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan
keuntungan.[6]
Menurut kami perbedaan tersebut hanya berbeda
secara redaksional, sedangkan esensi yang terkandung di dalamnya adalah sama,
yaitu ikatan kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam
perdagangan. Dengan adanya akad asy-syirkah yang disepakati kedua belah pihak,
semua pihak yang mengikatkan diri berhak bertindak hukum terhadap harta serikat
itu, dan berhak mendapatkan keuntungan sesuai dengan persetujuan yang
disepakati.
Dari perbedaan-perbedaan pendapat mengenai syirkah yang
dikemukakan oleh para ulama, maka dapat saya simpulkan syirkah itu adalah kerja
sama antara dua orang atau lebih dibidang bisnis (usaha) yang keuntungan dan
kerugiannya ditanggung bersama-sama.
Sedangkan menurut Muhammad Iqbal Qadir yang saya baca
dari kitab Al-Muwaththa’ karya Imam malik, bahwa perserikatan dalam komoditas
bahan makanan ataupun komoditas lainnya, baik barang tersebut berada ditangan
ataupun tidak perserikatan tetap boleh dilakukan jika dibayar secara tunai
tanpa keuntungan, barang tidak hilang ataupun tanpa pembayaran tunda.
B. Landasan Syirkah
Akad
asy-syirkah dibolehkan, menurut para ulama fiqh, berdasarkan kepada firman
Allah dalam surat an-Nisa’ : 12
Artinya : “maka mereka
berserikat dalam sepertiga harta”
Dan dalam hadits Nabi :
Artinya : “Dari abu hurairah, ia menyandarkan kepada Nabi SAW, ia
mengatakan, sesungguhnya Allah telah berfirman : Aku menjadi pihak ketiga dari
dua orang yang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak menghianati
sahabatnya, apabila ia menghianatinya maka Aku keluar dari antara mereka”
(HR.Abu Daud)[7]
Dan dalam hadits lainnya,
Artinya :
“Kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang yang bersekutuselama
keduanya tidak berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah
Berfirman :
( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 ) ÇËÍÈ
Artinya
: “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah
mereka ini". (Q.S Shad : 24)
C. Pembagian Syirkah
Para ulama fiqih membagi syirkah kedalam dua bentuk,
yaitu syirkah amlak (perserikatan dalam pemikiran) dan syirkah uqud
(perserikatan berdasarkan suatu aqad.
1. Syirkah al-Amlak
Syirkah dalam bentuk ini, menurut ulama fiqih adalah dua
orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh aqad
syirkah. Syirkah al-amlak ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Syirkah ikhtiar (perserikatan dilandasi pilihan orang yang berserikat)
yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat,
seperti dua ornag bersepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima harta
hibah, wasiat, atau waqaf orang lain, lalu kedua orang itu menerima pemberian
hibah, wasiat dan waqaf itu menjadi milik mereka secara berserikat.
b. Syirkah jabar (perserikatan yang muncul secara paksa, bukan atas keinginan
orang yang berserikat) yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang
atau lebih, tanpa kehendak dari mereka, seperti harta warisan yang mereka
terima dari orang yang wafat.[8]
2. Syirkah al-Uqud
Syirkah dalam bentuk ini maksudnya adalah akad yang
disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal
dan keuntungannya .Terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqih tentang
bentuk-bentuk serikat yang termasuk kedalam syirkah al-uqud ini.[9]
Di samping itu, setiap bentuk perserikatan yang termasuk ke dalam
syirkah al-‘uqud, mempunyai syarat-syarat khusus. Syarat-syarat khusus untuk
syirkah al-amwal adalah modal perserikatan itu jelas dan tunai, bukan berbentuk
utang masing-masing pihak yang berserikat harus disatukan? Jumhur ulama yang
terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, berpendirian bahwa
modal itu tidak harus disatukan, karena transaksi perserikatan itu adalah kerja.
Di samping itu, menurut mereka, akad perserikatan mengandung makna
perwakilan dalam bertindak hukum dan dalam akad perwakilan dibolehkan modal
masing-masing pihak tidak disatukan. Oleh sebab itu, dalam akad asy-syirkah
dibolehkan juga tidak menyatukan/mencampurkan modal masing-masing pihak yang
berserikat.[10]
Secara garis besar menurut fuqaha Amshar, serikat
(persekutuan / perseroan) itu dibagi menjadi empat : serikat ‘inan, serikat
mufawidhah, serikat abdan dan serikat wujuh . yang telah disepakati oleh fuqoha
adalah serikat ‘inan, meski sebagian mereka tidak mengenal kata tersebut dan
memperselisihkan beberapa syaratnya, sedangkan tiga serikat lainnya masih
diperselisihkan pula tentang sebagian syarat-syaratnya.[11]
a. syirkah ‘inan
syirkah ‘inan adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Kedua belah pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian yang sebagaimana
disepakati antara mereka. Namun porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
maupun bagi kerja atau bagi hasil, berbeda sesuai dengan kesepakatan mereka.[12]
Syirkah ’inan secara sederhana di artikan dengan
”kerja sama dalam modal dan usaha”. Secara lengkap mengandung arti kerja sama
beberapa orang pemilik modal dengan cara masing-masing menyertakan modalnya dan
bersama dalam usaha, baik dalam perdagangan atau industri, yang keuntungan yang
di peroleh di bagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Dari batasan ini dapat di
pahami bahwa kerja sama dalam modal saja atau dalam tenaga saja; atau kerja
sama modal di satu pihak dan usaha di pihak lain, tidak di sebut syirkah’inan.
Dalam
syirkah ’inan ini yang di perlukan adalah perjanjian atau akad pihak-pihak yang
melakukan kerja sama dengan cara yang menunjukan bahwa kerja sama telah terjadi
secara suka sama suka. Yang berkenaan dengan
modal, modal itu harus dalam bentuk uang atau yang dapat di nilai dengan uang,
yang jumlahnya jelas meskipun tidak mesti sama antara satu dan lainnya.
Demikianlah pua usaha masing-masing harus jelas, meskipun tidak sama.
Keuntungan di bagi berdasarkan perjanjian yang telah di sepakati dan di relakan
bersama, yang jumlahnya di perhitungakan berdasarkan modal dan usaha.[13]
Rukun serikat ‘inan ini ada tiga, yaitu: macam (obyak) modal, kadar
keuntungan dari kadar harta yang diserikatkan dan kadar pekerjaan dari kedua
perserikat berdasarkan kadar besarnya modal.
1) Obyek modal
Mengenai obyek harta modal, diantaranya ada
yang disepakati oleh para fuqaha dan ada pula yang diperselisihkan. Kaum
muslimin sependapat bahwa serikat dagang itu diperbolehkan pada satu macam
jenis yaitu dinar dan dirham, meski pada dasarnya serikat ‘inan itu bukan
merupakan jual beli yang terjadi secara tunai. Dan disepakati juga oleh para
fuqoha yang mempersyaratkan tunai pada jual beli dengan emas dan dirham. Akan
tetapi ijma’ telah mengkhususkan makna ini dalam syirkah.
Kemudian mereka berselisih pendapat tentang
serikat dengan dua macam barang yang berbeda dan dengan mata uang yang berbeda
pula. Seperti serikat dengan mata uang dinar dari satu pihak dan dengan mata
uang dirham dari pihak lain. Juga dengan makanan ribawi apabila terdiri dari
satu macam , dan disini ada tiga masalah :
a)
Berserikat dengan dua macam modal yang berbeda.
Jika kedua belah pihak berserikat dagang
dengan bermodalkan dua macam barang, atau dengan barang dan uang dinar atau
dirham, maka cara seperti ini diperbolehkan oleh ibnul Qasim sedangkan Malik
memakruhkan cara seperti itu.[14] Adapun
sebab ketidak sukaan Imam Malik adalah karena terkumpulnya syirkah dan jual
beli dan hal tersebut adalah dua benda yng berbeda, salah satu dari dua orang
menjual sebagian bendanya dengan sebagian benda yang lain. Malik
memperhitungkan nilai dalam benda apabila terjadi syirkah padanya.[15]
Adapun menurut imam Asy-Syafii, serikat dagang
demikian tidak sah kecuali berdasarkan harga barang. Menurut Abu Hamid, alasan
mazhab syafii mengharamkan serikat dagang seperti itu karena seperti qiradh,
dalam arti tidak boelh terjadi kecuali dengan dirham dan dinar. Menurut qiyas
abu Hamid, pemilikan bersama pada serikat dagang itu sama artinya dengan
percmpuran.
b) Modal yang tidak boleh mengalami tenggang waktu.
Jika kedua macam
barang dari kedua perserikat termasuk barang yang tidak boleh mengalami
tenggang waktu, seperti serikat diurham dengan salah satu dengan serikat dinar
dsri pihak yang lain atau dengan dua macam makanan yang berbeda, maka menurut
imam malik masalah ini tidak jelas.
c)
Modal satu jenis
makanan.
Ibnul Qasim
membolehkan serikat dagang dengan makanan yang terdiri dari satu jenis.
2) Pembagian keuntungan
Fuqaha sepakat bahwa keuntungan itu mengikuti
modal, yakni apabila masing-masing persertikat menyetor modal yang nilainya
sama maka keuntungan dibagi dua.
3) Usaha
Menurut imam malik, sesuatu usaha itu mengikuti
harta dan tidak dianggap berdiri sendiri. Tetapi menurut abu hanifah usaha itu
bersama-sama dengan harta.
b. Syirkah mufawidhah
Syirkah mufawidhah adalah kontrak kerja sama antar dua
orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
partisipasi dalam kerja, setiap pihak membagikan keuntungan secara sama.
Dari
segi ini bentuk syirkah mufawadhah ini menyerupai syirkah’inan, namun dalam
bentuk kerja sama ini di syaratkan sama dalam modal dan sama pula dalam
berusaha. Dalam berusaha setiap mewakili pihak lain atau
menerima limpahan wewenang dari pihak lain, sedangkan ke untungan dibagi sesuai
dengan kadar modal dan usaha yang di sertakannya.
Hukum syirkah
mufawadhah ini tidak di sepakati oleh ulama. Sebagian ulama membolehkannya
dengan menyamakannya dengan syirkah ’inan. Dalil kebolehannya mengikuti
dalil-dalil sebagaimana yang di sebutkan di atas. Ulama yang tidak
membolehkannya melihat dari segi tidak bersamanya dalam usaha dapat menimbulkan
penipuan yang menghilangkan rasa suka. Berbedanya pendapat ulama dalam
memandang syirkah bentuk ini karena tidak adanya petunjuk yang jelas, pasti dan
rinci dari Nabi tentang syirkah melalui hadits-haditsnya.
c. Syirkah abdan (amal)
Syirkah abdan adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan
itu.[16]
Syirkah abdan
Perserikatan jenis ini yaitu perserkatan dalam
bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama. perserikatan ini dilaksanakan oleh
dua pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti pandai besi, service
alat-alat elektronik, laundry, dan tukang jahit. Hasil
atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan mereka berdua. Terhadap boleh atau tidaknya bentuk perserikatan
inipun diperselisihkan para ulam fiqh. Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah,
Hanabilah dan Zaidiyah hukumnya boleh, karena tujuan utama perserikatan ini
adalah mencari keuntungan dengan modal kerja bersama[17]
d. Syirkah wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih
yang tidak memiliki modal sama sekali tetapi mempunyai keahlian bisnis. Mereka
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut
secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan
kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra.[18]
Syirkah
wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam. [19]Kata
wujuh di sini mengandung arti wibawa dan kepercayaan. Bentuknya adalah dua
orang atau lebih dari orang-orang yang di segani oleh masyarakat dan mendapat
kepercayaan dari pedagang, namun tidak memiliki modal usaha, sama-sama
memperoleh barang dagangan dari pemilik barang untuk di perdagangkan. Orang-orang yang sama mendapat kepercayaan ini bekerja sama dalam berdagang
dan berbagi dalam keuntungan. Sebenarnya dari segi mereka bekerja sama dalam
usaha saja, dapat di kelompokan pada serikat usaha. Namun karena usaha ini
berkenaan dengan menggunakan modal orang lain dalam bidang perdagangan, bentuk
ini menyerupai mudharabah. Secara khusus tidak di temukan hadits Nabi tentang
kerja sama dalam bentuk ini, tetapi juga tidak di temukan dalil yang
melarangnya. Dalam hal ini di ambil prinsip umum bahwa segala bentuk muamalah
yang tidak di temukan larangannya secara khusus, telah di lakukan scara
kerelaan bersama dan tidak ada pihak lain yang di rugikan, usaha adalah boleh.[20]
D.
Mengakhiri Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut.
1.
Salah
satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya sebab
syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah
pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak
tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah
oleh salah satu pihak.
2.
Salah
satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta),
baik karena gila maupun karena alasan lainnya.
3.
Salah
satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua
orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada
anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal
menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru
bagi ahli waris yang bersangkutan.
4.
Salah
satu pihak ditaruh di bawah pengampunan, baik karena boros yang terjadi pada
waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.
Salah
satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang
menjadi saham syirkah.
6.
Modal
para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal
tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat
dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri.
Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa
dipisah-pisahkan lagi, menjadi risiko bersama. Apabila masih ada sisa harta,
syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.[21]
Perserikatan dalam kedua bentuknya di atas
yaitu syirkah al-amlak dan syirkah al-‘uqud mempunyai syarat-syarat umum, yaitu
:
1.
Perserikatan
itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan. Artinya,
salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap obyek perserikatan itu, dengan
izin pihak lain, dianggap sebagai wakil seluruh pihak yang berserikat.
2.
Persentase
pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak ynag berserikat dijelaskan
ketika berlangsungnya akad.
3.
Keuntungan
itu diambilkan dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain.
Syarat-syarat umum ini berlaku bagi syirkah al-inan dan syirkah
al-wujuh. Sedangkan syarat khusus untuk masing-masing syirkah al-amlak di bahas
dalam bab wasiat, hibah, wakaf, dan waris.[22]
E.
Rukun dan Syarat-syarat
Syirkah
1. Rukun syirkah
a. Ada siqhotnya ( lafaz akad )
b. Ada orang yang ber syirkah
c. Ada pokok perkerjaanya
2. Syarat-syarat syirkah
a. Syarat lafaz Kalimat akad hendakalah mengandung arti izin buat menjalankan
barang perserikatan. Umpamanya salah seorang di antara keduanya berkata,” kita
bersyirkah pada barang ini dan saya izinkan engkau menjalangkanya dengan jalan
jual beli dan lain-lain. ” jawab yang lain,” saya terima seperti yang engkau
katakan itu.”
b. Syarat menjadi anggota perkongsian
1) Berakal
2) Baligh ( berumur 15 tahun )
3) Merdeka dan dengan kehendaknya sendiri ( tidak dipakssa )
- Syarat modal perkongsian
Modal hendaklah berupa uang ( emas atau perak ) atau barang yangØ ditimbang atau di
takar, minsalnya beras,gula, dan lain-lain.
Dua barang modal itu hendaklah di campurkan sebelum akad sehinggaØ antara kedua bagian
barang itu tidak dapat di bedakan lagi. Modal dan kerja tidakperlu sama.
Seseorang boleh memberi modal Rp. 100.000,- dan yang lainya Rp. 50.000,- begitu
juga kerjanya, tidak berhalangan bila salah seorang berkerja satu hari
sedangkan yang lain setengah hari, asal berdasarkan hasil mufakat antara
keduanya pada waktu akad.[23]
F. Keuntungan dan Kerugian dalam Bersyirkah dan
Perkerjaannya
1. Keuntungan dan kerugian dalam bersyirkah Untung dan rugi di atur dengan
perbandingan modal harta syirkah yang di berikannya.[24]
Sebagian ulama berpendapat bahwa keuntungan dan kerugaian mesti menurut
perbadingan modal. Apabila seseorang bermodal Rp. 100.000,- sedangkan yang
lainya hanya Rp. 50.000,- maka yang pertama mesti mendapat 2/3 dari jumlah
Keuntungan, dan yangkedua mendapat 1/3 nya. Begitu juga kerugian mesti menurut
prbandingan modal masing-masing. Akan tetapi, sebagian ulama berpendapat tidak
mesti sama menurut perbadingan modal, boleh berlebih – berkurang menurut
perjanjian antara keduanya waktu mendirikan perusahaan ( perserikatan )[25].
2.
Perkerjaan Orang yang
berkerja. Harus berkerja dengan ikhlas dan jujur, artinya semua perkerjaan
harus berasas kemaslahatan dan keuntungan terhadap kerja samanya. Ia tidak
boleh membawa barang keluar negeri kecuali dengan izin anggota-anggotanya juga
tidak boleh menyerahkan barang kepada orang lain, tetapi apabila timbul
penghiantan dari seorang atau lebih diantara mereka maka Allah akan mencabut
kemajuan persyerikatan mereka. Dalam hadis qudsi dinyatakan sebagai berikut
ini. Artinya : Dari Abu Hurairah R.a. ia berkata : Rosullullah SAW. Bersabda :”
Allah taa alaa berfirman ” : Aku adalah ketiga dari 2 orang yang berserikat
dagang, selama yang seseorang tidak berkhianat / menghanati kawanya. ( H.R Abu
Daud dan hadis ini di nilai shahih oleh Al – Hakam ).[26]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syikah
adalah kerjasama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau modal/amal dengan kesepakatan
bahwa keuntunmgan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini akan menambah
pengetahuan dan wawasan para pembaca dan khususnya bagi penulis tentang syirkah
dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar